Belajar Bagaimana Bangsa Korea Memajukan Industrinya

Sebelum tahun 1970, tidak ada satupun industri baja yang terdapat di Korea Selatan. Tidak ada seorangpun yang bisa membayangkan dalam waktu kurang dari 30 tahun kemudian akan muncul satu perusahaan baja (POSCO) yang kelak menjadi salah satu perusahaan baja terbesar di dunia.

Pada tahun 1970 tersebut, Korea Selatan kekurangan dana untuk membiayai proyek kontruksi terbesar saat itu. Tidak ada  negara lain yang sudi memberikan pinjaman kepada mereka untuk mendanai proyek tersebut. Pemerintah Korea Selatan mencoba berpaling kepada Jepang untuk meminta dana perbaikan atas kerusakan yang diakibatkan Jepang saat pendudukan mereka terhadap negeri Korea. Pemerintah Jepang setuju untuk memberikan dana perbaikan tersebut untuk membiayai pembangunan Korea Selatan. Dan dana tersebut dipakai untuk membangun industri baja. Hanya dalam tempo tiga tahun mereka mampu menyelesaikan suatu fasilitas industri baja yang akan menjadi kebanggaan mereka.

Pada tanggal 9 Juni 1973, besi cair panas berwarna kemerahan dituang untuk pertama kalinya dari suatu dapur peleburan, yang menandai era kebangkitan ekonomi Korea Selatan yang sebelumnya hancur akibat perang saudara dengan Korea Utara. Tidak ada orang di dunia ini saat itu yang percaya ketika industri besi dan baja Korea tersebut mampu dimulai dengan menghasilkan produk berkualitas baik hanya dalam tempo tiga tahun. Dan dalam tempo kurang dari 30 tahun, POSCO berubah menjadi industri besi dan baja ternama di dunia.

Keberhasilan POSCO diikuti oleh pertumbuhan industri lainnya seperti otomotif dan elektronik. POSCO juga menjadi pensuplai utama bahan baku berkualitas untuk industri-industri tersebut. Hingga sekarang industri otomotif dan elektronik memainkan peranan yang besar pada pasar internasional. Di pasar lokal, lebih dari 90% mobil yang beredar di jalan-jalan raya di Korea Selatan adalah produk dalam negeri mereka. Demikian pula dengan barang-barang elektronik mereka. Rasa cinta dan bangga terhadap produk buatan bangsa sendiri begitu besar. Mereka percaya bahwa produk mereka lebih baik dibanding dengan produk bangsa-bangsa lain, terutama Jepang, bangsa yang selalu ingin mereka kejar dan kalahkan kemajuannya.

Keberhasilan Korea Selatan menjadi negara industri tidak lepas dari kegigihan mereka untuk mencapai tujuan. Sudah menjadi karakter bangsa Korea untuk selalu menyelesaikan apa yang sudah mereka mulai. Sekali bangsa Korea memulai sesuatu, mereka akan berusaha sekeras mungkin untuk menyelesaikannya. Semangat seperti ini merupakan energi penggerak dibelakang pertumbuhan ekonomi Korea dan penguasaan teknologi yang begitu pesat. Saat diadakan seminar dan workshop tentang teknologi nano di tahun 2000-an di suatu kota di Korea, banyak peserta yang hadir dari berbagai negara begitu kagum dengan pesatnya kemajuan teknologi Korea Selatan. Mereka tidak menyangka bangsa Korea akan bisa menguasai teknologi tinggi.

Jika kita cermati, apa yang dilakukan oleh pemerintah Korea untuk membangun industri besi dan baja saat itu merupakan suatu pemikiran yang gemilang. Baja dan besi adalah bahan baku utama di banyak industri, terutama industri otomotif. Kemudahan memperoleh bahan baku yang berkualitas merupakan faktor utama penunjang keberhasilan industri otomotif. Tidak heran saat ini, Korea Selatan menjadi negara kelima terbesar pembuat mobil di dunia bersaing dengan negara-negara lainnya seperti Amerika Serikat, Jerman dan Jepang dimana mereka telah memulai industri otomotif ini jauh sebelum Korea memulainya. Demikian pula halnya dengan industri perkapalan yang banyak membutuhkan baja. Saat ini tercatat Korea Selatan juga termasuk sebagai negara pembuat Kapal laut terbesar di dunia.

Bagaimana dengan kita? Bisa dikatakan jalan-jalan raya di seluruh Indonesia dipenuhi oleh sebagian besar kendaraan bermotor buatan Jepang. Memang ada upaya sebagian kecil kalangan yang ingin membuat mobil nasional. Upaya yang patut kita hargai dan kita banggakan. Namun apakah ada jaminan bahwa di masa yang akan datang bahan baku untuk pembuatan komponen otomotif untuk mobil nasional, yang saat ini sebagian besar masih terbuat dari baja, bisa didapatkan dengan mudah serta berkualitas baik? Selama tidak ada jaminan tentang hal itu, rasa pesimis wajar terungkap di banyak orang. Kita bisa lihat sendiri bagaimana guncangnya industri kecil menengah bidang pengecoran logam manakala harga pellet (bahan baku pembuatan besi cor dan baja) yang sebagian besar masih impor melonjak tinggi. Padahal bahan untuk membuat pelet, yaitu bijih besi, ditemukan melimpah di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa dalam wujud pasir besi. Memang harus dilakukan suatu pengujian untuk menentukan karakteristik dan kualitas bijih besi yang mengendap pada pasir besi tersebut. Tetapi jika kita mau memulai upaya untuk mampu secara mandiri menyediakan bahan baku berkualitas bagi industri logam kita, sebagaimana semangat bangsa Korea, kita yakin bahwa kita mampu untuk menyelesaikannya. Tidak ada hasil yang baik yang akan dicapai jika kita tidak pernah mau untuk memulainya.

Sebagaimana halnya bangsa Korea, kita juga harus mau memulai menggunakan produk lokal. Tantangan bagi industri lokal untuk meningkatkan kualitasnya. Namun upaya memiliki rasa bangga akan produk lokal akan sia-sia tanpa diiringi oleh upaya peningkatan kualitas produk industri lokal. Peningkatan kualitas produk lokal harus melibatkan banyak pihak. Sulit terwujud untuk mendapatkan produk berkualitas jika kita hanya menyerahkan persoalan ini kepada kalangan industri saja, apalagi industri kecil dan menengah. Belajar dari bangsa Korea dan bangsa maju lainnya, inovasi dan pengembangan produk merupakan kunci keberhasilan memperoleh produk yang berkualitas. Inovasi dan pengembangan produk yang dilakukan di negara industri maju selalu melibatkan tiga pihak, yakni kalangan industri, akademis (peneliti) dan pemerintah.

Leave a comment