Efek CAFTA Terhadap Industri Nasional

January 5, 2010

Tanggal 1 Januari 2010 lalu, secara resmi CAFTA (China-ASEAN Free Trade Agreement) diberlakukan. Itu artinya barang-barang dari China dan negara-negara anggota ASEAN lainnya bebas masuk ke Indonesia dan begitu juga sebaliknya. Namun berlakunya CAFTA menimbulkan banyak kekhawatiran bagi masyarakat di dalam negeri. Hal ini disebabkan karena kurang siapnya pemerintah dalam menyambut diberlakukannya CAFTA, terutama dalam mengantisipasi serbuan barang-barang produk China yang terkenal murah dengan kualitas yang juga lebih baik bila dibandingkan dengan produk lokal. Dampak nyata dari serbuan ini adalah ditutupnya beberapa industri manufaktur akibat tidak mampu bersaing sehingga dikhawatirkan akan memperbanyak jumlah pengangguran yang memang saat ini juga sudah banyak.

Banyak usulan yang dikemukan untuk mengantisipasi hal tersebut. Salah satu usulan untuk mengantisipasi dampak negatif diberlakukannya CAFTA adalah memblokir produk-produk tertentu yang akan mengancam kelangsungan produk-produk serupa buatan lokal, seperti produk pertanian dan tekstil, selama kurun waktu tertentu untuk memberi kesempatan pada industri nasional mempersiapkan persaingan yang ketat. Usulan lain yang sempat mengemuka adalah pemerintah memberlakukan standar nasional Indonesia (SNI) untuk seluruh produk impor serta melakukan labelisasi atas produk-produk lokal dan impor. Dengan menerapkan SNI diharapkan hanya produk-produk berkualitas yang dapat masuk ke dalam negeri serta mengurangi bahaya yang ditimbulkan dari mengkonsumsi produk yang diproduksi secara asal-asalan. Sementara penerapan labelisasi produk mempermudah konsumen untuk membedakan mana produk lokal dan mana produk impor. Usulan yang berkaitan dengan pengurangan ‘biaya tinggi’ juga dikemukan oleh sebagian kalangan, karena hal ini yang menyebabkan harga produk dalam negeri yang kalah murah dengan produk impor terutama dari China.

Memang setiap diberlakukannya sesuatu pasti akan ada dampak negatif maupun positifnya. Dampak positif dari diberlakukannya CAFTA yang coba akan dikupas dalam tulisan ini, terutama yang berkaitan dengan peningkatan kualitas produk lokal.

Jika kita perhatikan, kekhawatiran sebagian kalangan akan serbuan barang-barang dari luar, terutama China, difokuskan pada produk-produk yang dihasilan oleh merek-merek kurang terkenal dan/atau produk-produk dari kalangan usaha kecil dan menengah (UKM). Sementara fabrikan-fabrikan dari suatu merek terkenal tidak terlalu mengkhawatirkan tentang hal ini. Ambil contoh, kalangan industri otomotif. Beberapa waktu lalu mereka sempat khawatir akan serbuan motor-motor buatan China. Namun waktu jualah yang membuktikan bahwa produk berkualitaslah yang akan dibeli oleh konsumen. Hal ini bisa kita lihat dengan makin jarangnya motor-motor China yang beredar di jalan-jalan raya saat ini.

Banggakah kita dengan hal tersebut? Semestinya tidak. Karena industri otomotif kita tidak lebih dari sekedar kepanjangan tangan industri dari negara dimana merek terkenal tersebut berasal. Merekalah yang mendesain, menguji coba produk hingga siap dilemparkan ke pasaran. Merekalah yang membuat produk mereka menjadi berkualitas tinggi. Sementara industri otomotif nasional hanya sekedar merakit, mempromosikan dan menjual produknya di dalam negeri. Apapun yang berkaitan dengan kualitas produk ada di tangan industri dari negeri asal.

Bagaimana dengan industri lain yang benar-benar memproduksi, tidak hanya sekedar merakit? Seperti tekstil dan industri komponen otomotif oleh UKM. Nah, untuk jenis industri macam inilah kekhawatiran akan timbul. Industri lokal yang benar-benar memproduksi barang dari awal hingga akhir produk akan mulai was-was jika produk mereka nanti tidak laku karena kalah murah dan juga kalah kualitas. Kalah murah, karena tidak ada jaminan pasokan bahan baku berkualitas akan produk mereka serta harga bahan baku di pasaran yang fluktuatif. Kalah kualiatas, karena banyak kalangan industri di China yang menerapkan hasil penelitian para akademisi dan ilmuwan mereka. Disana, banyak hasil-hasil penelitian yang bisa langsung diterapkan oleh kalangan industri tanpa harus membayar apapun kepada peneliti. Pemerintahlah yang menjamin kelangsungan hidup para peneliti mereka, sehingga peneliti mereka fokus akan hasil penelitian yang bisa langsung diaplikasikan oleh kalangan industri. Sementara disini, ada jarak yang sangat lebar antara peneliti dengan kalangan industri. Mereka berjalan sendiri-sendiri dengan masalah mereka sendiri-sendiri. Tidak mudah bagi kalangan industri untuk dapat mengaplikasikan hasil penelitian para peneliti disini. Jarang ada komunikasi diantara keduanya. Banyak hasil penelitian yang hanya tersimpan rapi di lemari arsip tanpa pernah ada yang tahu apa bentuk temuan yang diperoleh oleh kalangan peneliti, kecuali diketahui oleh peneliti itu sendiri serta tim reviewer.

Jika hal ini terus berlangsung, maka tidaklah heran jika kualitas produk lokal akan terus kalah dengan kualitas produk impor. Kurangnya kemampuan berinovasi dan mengembangkan produk yang menjadi ganjalan utama dalam meningkatkan kualitas produk mereka. Tanpa adanya terobosan baru tidak akan terselesaikan masalah klasik ini.

Diberlakukannya CAFTA ini seharssnya menjadi momentum awal bagi kita semua untuk bersama-sama duduk mencari solusi jitu yang nyata untuk mengatasi permasalahan rendahnya kualitas produk lokal. Selain itu, diberlakukannya CAFTA diharapkan menjadi motivasi bagi kalangan industri untuk giat melakukan inovasi dan pengembangan produk mereka. Bukan malah menyerah dan mengalihkan usaha mereka dari memproduksi menjadi memasarkan produk-produk impor. Sudah terlalu banyak pedagang di negeri ini. Kita butuh industriawan yang tangguh dan mau terus mencoba dan mencoba agar produknya laku di pasaran. Rakyat butuh banyak industri manufaktur dimana mereka bisa bekerja dan berkarya. Makin banyak industri manufaktur di negeri ini akan makin banyak lapangan pekerjaan bagi rakyat. Tidak akan pernah menjadi negara maju negeri kita ini jika industri manufakturnya sangat sedikit. Kemajuan suatu negara dan masyarakat ditentukan oleh kuantitas dan kualitas dari industri manufakturnya, bukan dari kuantitas dan kualitas para pedagangnya.

Belajar Bagaimana Bangsa Korea Memajukan Industrinya

January 4, 2010

Sebelum tahun 1970, tidak ada satupun industri baja yang terdapat di Korea Selatan. Tidak ada seorangpun yang bisa membayangkan dalam waktu kurang dari 30 tahun kemudian akan muncul satu perusahaan baja (POSCO) yang kelak menjadi salah satu perusahaan baja terbesar di dunia.

Pada tahun 1970 tersebut, Korea Selatan kekurangan dana untuk membiayai proyek kontruksi terbesar saat itu. Tidak ada  negara lain yang sudi memberikan pinjaman kepada mereka untuk mendanai proyek tersebut. Pemerintah Korea Selatan mencoba berpaling kepada Jepang untuk meminta dana perbaikan atas kerusakan yang diakibatkan Jepang saat pendudukan mereka terhadap negeri Korea. Pemerintah Jepang setuju untuk memberikan dana perbaikan tersebut untuk membiayai pembangunan Korea Selatan. Dan dana tersebut dipakai untuk membangun industri baja. Hanya dalam tempo tiga tahun mereka mampu menyelesaikan suatu fasilitas industri baja yang akan menjadi kebanggaan mereka.

Pada tanggal 9 Juni 1973, besi cair panas berwarna kemerahan dituang untuk pertama kalinya dari suatu dapur peleburan, yang menandai era kebangkitan ekonomi Korea Selatan yang sebelumnya hancur akibat perang saudara dengan Korea Utara. Tidak ada orang di dunia ini saat itu yang percaya ketika industri besi dan baja Korea tersebut mampu dimulai dengan menghasilkan produk berkualitas baik hanya dalam tempo tiga tahun. Dan dalam tempo kurang dari 30 tahun, POSCO berubah menjadi industri besi dan baja ternama di dunia.

Keberhasilan POSCO diikuti oleh pertumbuhan industri lainnya seperti otomotif dan elektronik. POSCO juga menjadi pensuplai utama bahan baku berkualitas untuk industri-industri tersebut. Hingga sekarang industri otomotif dan elektronik memainkan peranan yang besar pada pasar internasional. Di pasar lokal, lebih dari 90% mobil yang beredar di jalan-jalan raya di Korea Selatan adalah produk dalam negeri mereka. Demikian pula dengan barang-barang elektronik mereka. Rasa cinta dan bangga terhadap produk buatan bangsa sendiri begitu besar. Mereka percaya bahwa produk mereka lebih baik dibanding dengan produk bangsa-bangsa lain, terutama Jepang, bangsa yang selalu ingin mereka kejar dan kalahkan kemajuannya.

Keberhasilan Korea Selatan menjadi negara industri tidak lepas dari kegigihan mereka untuk mencapai tujuan. Sudah menjadi karakter bangsa Korea untuk selalu menyelesaikan apa yang sudah mereka mulai. Sekali bangsa Korea memulai sesuatu, mereka akan berusaha sekeras mungkin untuk menyelesaikannya. Semangat seperti ini merupakan energi penggerak dibelakang pertumbuhan ekonomi Korea dan penguasaan teknologi yang begitu pesat. Saat diadakan seminar dan workshop tentang teknologi nano di tahun 2000-an di suatu kota di Korea, banyak peserta yang hadir dari berbagai negara begitu kagum dengan pesatnya kemajuan teknologi Korea Selatan. Mereka tidak menyangka bangsa Korea akan bisa menguasai teknologi tinggi.

Jika kita cermati, apa yang dilakukan oleh pemerintah Korea untuk membangun industri besi dan baja saat itu merupakan suatu pemikiran yang gemilang. Baja dan besi adalah bahan baku utama di banyak industri, terutama industri otomotif. Kemudahan memperoleh bahan baku yang berkualitas merupakan faktor utama penunjang keberhasilan industri otomotif. Tidak heran saat ini, Korea Selatan menjadi negara kelima terbesar pembuat mobil di dunia bersaing dengan negara-negara lainnya seperti Amerika Serikat, Jerman dan Jepang dimana mereka telah memulai industri otomotif ini jauh sebelum Korea memulainya. Demikian pula halnya dengan industri perkapalan yang banyak membutuhkan baja. Saat ini tercatat Korea Selatan juga termasuk sebagai negara pembuat Kapal laut terbesar di dunia.

Bagaimana dengan kita? Bisa dikatakan jalan-jalan raya di seluruh Indonesia dipenuhi oleh sebagian besar kendaraan bermotor buatan Jepang. Memang ada upaya sebagian kecil kalangan yang ingin membuat mobil nasional. Upaya yang patut kita hargai dan kita banggakan. Namun apakah ada jaminan bahwa di masa yang akan datang bahan baku untuk pembuatan komponen otomotif untuk mobil nasional, yang saat ini sebagian besar masih terbuat dari baja, bisa didapatkan dengan mudah serta berkualitas baik? Selama tidak ada jaminan tentang hal itu, rasa pesimis wajar terungkap di banyak orang. Kita bisa lihat sendiri bagaimana guncangnya industri kecil menengah bidang pengecoran logam manakala harga pellet (bahan baku pembuatan besi cor dan baja) yang sebagian besar masih impor melonjak tinggi. Padahal bahan untuk membuat pelet, yaitu bijih besi, ditemukan melimpah di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa dalam wujud pasir besi. Memang harus dilakukan suatu pengujian untuk menentukan karakteristik dan kualitas bijih besi yang mengendap pada pasir besi tersebut. Tetapi jika kita mau memulai upaya untuk mampu secara mandiri menyediakan bahan baku berkualitas bagi industri logam kita, sebagaimana semangat bangsa Korea, kita yakin bahwa kita mampu untuk menyelesaikannya. Tidak ada hasil yang baik yang akan dicapai jika kita tidak pernah mau untuk memulainya.

Sebagaimana halnya bangsa Korea, kita juga harus mau memulai menggunakan produk lokal. Tantangan bagi industri lokal untuk meningkatkan kualitasnya. Namun upaya memiliki rasa bangga akan produk lokal akan sia-sia tanpa diiringi oleh upaya peningkatan kualitas produk industri lokal. Peningkatan kualitas produk lokal harus melibatkan banyak pihak. Sulit terwujud untuk mendapatkan produk berkualitas jika kita hanya menyerahkan persoalan ini kepada kalangan industri saja, apalagi industri kecil dan menengah. Belajar dari bangsa Korea dan bangsa maju lainnya, inovasi dan pengembangan produk merupakan kunci keberhasilan memperoleh produk yang berkualitas. Inovasi dan pengembangan produk yang dilakukan di negara industri maju selalu melibatkan tiga pihak, yakni kalangan industri, akademis (peneliti) dan pemerintah.

Meningkatkan Daya Saing Produk untuk Mengatasi Menurunnya Industri Manufaktur

January 4, 2010

Pada kolom Bisnis & Keuangan, Kompas, 8 Desember 2009, Menteri Koordinator Perekonomian mengimbau agar para insinyur Indonesia menciptakan alat-alat kerja yang efektif dan efisien dengan teknologi terbarukan untuk industri manufaktur. Imbauan ini terkait dengan merosotnya industri manufaktur di tanah air. Pada bagian lain Ketua Bidang Industri Manufaktur dan Produksi Persatuan Insinyur Indonesia (PII) mengemukan alasan tidak berkembangnya industri di tanah air akibat minimnya inovasi.

Penulis setuju dengan alasan yang dikemukan di atas. Hal ini terbukti dengan rendahnya daya saing produk lokal bila dibandingkan dengan produk impor. Di dalam era yang kompetitif seperti saat ini, daya saing produk merupakan hal yang harus senantiasa menjadi perhatian utama. Keberhasilan suatu perusahaan ditentukan oleh bagaimana perusahaan tersebut mempertahankan daya saing produknya. Perusahaan yang senantiasa melakukan inovasi adalah perusahaan yang secara sadar dan terus menerus dapat mempertahankan daya saing produknya.

Ada beberapa cara untuk meningkatan daya saing produk, seperti inovasi desain produk, pengurangan cacat produksi, dan sistem produksi yang lebih efisien.

Inovasi desain produk bisa dilakukan dengan banyak cara, namun yang utama adalah bagaimana perusahaan mampu membuat produk yang lebih baik daripada produk perusahaan lain dan membuat produk yang lebih diminati oleh konsumen. Perusahaan hanya dapat bertahan hidup jika kualitas produk dari perusahaan tersebut setidak-tidaknya bisa ditingkatkan hingga menyamai produk perusahaan lain yang telah memiliki nama besar di mata konsumen. Untuk itu terkadang teknologi baru dapat dipilih, dikuasai dan diterapkan oleh perusahaan. Dengan demikian kemampuan perusahaan untuk menghasilkan produk yang inovatif dan berkualitas baik dapat diperoleh sehingga daya saing produk di pasaran dapat meningkat.

Seiring dengan itu peningkatan sumber daya manusia juga menjadi suatu keharusan, sebab hanya manusia-manusia yang memiliki keahlian yang baik yang mampu menguasai dan menerapkan teknologi baru tersebut di perusahaan.

Namun harus diakui terkadang penerapan teknologi baru membutuhkan sumber daya yang tidak murah, terutama pada industri kecil dan menengah yang banyak terdapat di Jawa Tengah. Untuk mengatasi hal ini, pembentukan kluster atau pengoptimalan peran kluster yang sudah ada menjadi suatu keharusan. Kluster-kluster dari suatu perusahaan yang sejenis secara bersama-sama  mengupayakan adanya teknologi baru serta mengupayakan tersedianya sumber daya manusia yang mampu menguasai teknologi tersebut. Seperti kata pepatah orang tua kita dahulu, berat sama dipikul ringan sama dijinjing, kerjasama perusahaan yang tergabung dalam suatu kluster bisa meringankan kendala penerapan teknologi baru untuk melakukan inovasi produk.

Penerapan teknologi baru disamping dapat membantu dalam inovasi desain produk juga dapat mengurangi jumlah cacat produksi yang selama ini terjadi. Cacat produksi disamping dapat menurunkan kualitas juga terkadang dapat membahayakan konsumen sebagai pengguna produk, sepertinya misalnya pada tabung gas elpiji. Cacat produksi yang terjadi pada tabung gas akan mengurangi kekuatan tabung terhadap tekanan gas di dalam tabung. Jika hal ini terjadi maka kemungkinan terjadinya ledakan tabung gas menjadi semakin besar. Untuk menghindari hal ini, maka teknologi proses pembuatan tabung gas harus diperbaiki serta teknologi inspeksi tabung gas juga harus diperbaharui agar kejadian-kejadian serupa tidak terjadi lagi di masa datang. Dengan demikian kepercayaan konsumen akan produk yang dihasilkan akan menjadi besar.

Ada sebagian pihak memandang bahwa cacat pada produk hanya berupa ketidaksesuai dimensi atau cacat pada permukaan produk saja. Cacat yang demikian memang langsung dapat dideteksi oleh inspektor di bagian kontrol kualitas dan terkadang cara mengurangi cacat dapat segera dilakukan. Namun yang masih kurang disadari adalah adanya cacat yang terdapat di bagian dalam suatu produk, terutama produk-produk yang terbuat dari logam. Cacat-cacat seperti ini yang dapat mengurangi umur pakai suatu produk atau yang dapat menyebabkan timbulnya bahaya pada diri konsumen. Karena cacat yang ada di dalam permukaan produk biasanya merupakan tempat di mana retak atau kerusakan suatu produk bersumber.  Untuk mencegah kegagalan suatu produk pada saat dioperasikan, maka perlu ditambahkan inspeksi terhadap cacat-cacat yang mungkin terjadi pada bagian dalam produk. Dan untuk mengadakan suatu alat inspeksi seperti ini juga tidak murah. Sekali lagi peran optimal dari suatu kluster bisa lebih ditingkatkan.

Sementara itu, salah satu hal yang juga penting dilakukan dalam meningkatkan daya saing produk adalah dengan mengefisienkan suatu sistem produksi. Peningkatan efisiensi sistem produksi harus melibatkan semua karyawan dalam suatu perusahaan. Dengan keterlibatan semua karyawan diharapkan dapat menemukan dan mengurangi faktor-faktor penyebab kesalahan dalam suatu proses produksi, mengurangi waktu produksi, mengurangi biaya operasi, meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya yang ada dan pada akhirnya mampu menghasilkan produk yang lebih baik.

Inovasi desain produk dan mengurangi cacat produksi bertujuan untuk menghasilkan produk yang akan dibeli dan terus dibeli oleh konsumen, sementara proses produksi yang efisien akan mengurangi biaya produksi dan memperbesar keuntungan yang pada akhirnya juga akan dinikmati oleh karyawan.

Product Quality_Pendahuluan

January 2, 2010

Beberapa kali mengirim artikel ke surat kabar, namun hanya satu yang pernah dimuat. Lelah menanti jawaban dari tim redaksi. Karena memang surat kabar hanya memuat apa yang sedang tren saat ini. Sementara itu ide terus mengalir di otak. Sayang jika ide tersebut hanya menguap begitu saja karena hanya berharap tim redaksi mempertimbangkan artikel yang dibuat akan dimuat entah kapan. Untuk itu, mulai dari sekarang apapun yang lewat di depan otak akan berusaha ditangkap dan dituangkan lewat blog ini. Terutama ide-ide tentang kualitas produk dari suatu proses manufakturing.

Saya berharap apapun yang saya tulis lewat blog ini dapat bermanfaat bagi para peminat kualitas tinggi pada suatu produk, entah itu pengusaha, manajer produksi, manajer QC, operator, teknisi, akademisi, peneliti dan mahasiswa. Mari bersama-sama meningkatkan kualitas produk dalam negeri agar kita tidak hanya dikenal sebagai bangsa konsumen tetapi juga bangsa yang mampu menghasilkan suatu produk yang mampu bersaing di pasar global.

Wassalam,

Rusnaldy

Hello world!

January 2, 2010

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!